Beberapa waktu belakangan, perajin batu akik di Kota Lubuklinggau mulai bermunculan. Banyaknya masyarakat yang kini menggemari atau mengkoleksi batu akik, membuat para perajin ini tumbuh, bak jamur di musim hujan.
Dari Pantauan kami, perajin batu akik tak hanya didominasi oleh perajin lama yang biasa mangkal di tempat-tempat tertentu saja.
Kini, di pinggir-pinggir jalan hingga ke gang-gang dalam perkampungan penduduk, sudah banyak ditemui perajin batu akik yang menerima orderan mengasah batu akik.
Di tempat-tempat perajin itu, selalu ramai dikunjungi warga, tua maupun muda, bahkan kaum perempuan banyak yang menggunakan jasa para perajin ini untuk mengasah batu akik.Tak hanya siang hari, pada malam hari pun masih saja ada warga yang nongkrong di tempat perajin, menunggu batu akik pesanannya. Febri, salah seorang pengasah batu akik di Jalan Nangka Kelurahan Ponorogo Kecamatan Lubuklinggau Utara II saat kami temui mengakui, sejak beberapa bulan terakhir, dirinya tertarik untuk menjadi perajin batu akik.Meski diakuinya sudah lama ia bisa mengasah batu, namun baru beberapa bulan belakangan ini saja ia mulai tekun untuk menekuni profesi ini. Febri yang sehari-hari berprofesi sebagai teknisi orgen tunggal mencoba untuk menekuni kegiatan ini karena peminatnya makin meningkat.
“Sebenarnya saya sudah lama bisa mengasah batu akik, tapi belum saya tekuni secara serius, karena sehari-hari saya kerja jadi teknisi orgen tunggal. Sekarang ini masyarakat makin demam batu akik. Maka saya buka tempat untuk mengasah batu akik,” ujarnya.
Diungkapkan, modalnya untuk mengasah batu adalah dua unit mesin gerinda listrik yang dimodifikasi dari mesin pompa air serta satu unit alat pemotong batu.
Tempatnya mengasah batu memanfaatkan sudut pekarangan rumah. Menurutnya, saat ini cukup banyak penggemar batu akik yang meminta jasanya untuk mengasah batu.
Dalam sehari bisa belasan hingga puluhan batu diasahnya. Bahkan, jika pesanan sedang banyak, sampai malam hari pun ia masih mengasah batu.
“Untuk satu batu akik yang diasah, saya mematok harga Rp 25 ribu,” katanya.
Menjamurnya para pengasah batu akik ini, tak terlepas dari maraknya penambangan batu mulia seperti Batu Tawon, Jangat, Sunkis, Bungur dan beberapa batu lokal lainnya di wilayah tetangga seperti Musirawas Utara (Muratara).
Batu-batu hasil penambangan tersebut, selain dijual keluar daerah hingga ke luar negeri, juga banyak diminati oleh warga Lubuklinggau. Biasanya untuk dijadikan perhiasan seperti batu akik dan liontin.
Edison, salah seorang warga RT 4 Kelurahan Batuurip Kecamatan Lubuklinggau Utara II mengakui, saat ini ia sering berburu berbagai jenis batu dari wilayah Muratara.
Batu-batu yang menurutnya bagus, ia bawa ke Lubuklinggau untuk dijadikan koleksi dan diasah menjadi berbagai macam perhiasan. “Ya kita cari batu yang motif atau warnanya cukup bagus, kemudian kita beli.
Di wilayah Muratara cukup banyak dijumpai batu-batu yang cukup bagus, asal kita sabar memilihnya. Batu ini bisa dijadikan perhiasan,” katanya.
Sementara itu, fenomena maraknya perajin batu akik seiring makin banyak pula penggemar batu akik saat ini, diakui oleh Heri, salah seorang pebisnis dan kolektor batu akik.
Menurutnya, batu akik memang sedang booming. Fenomena ini tak hanya terjadi di Lubuklinggau saja, bahkan juga terjadi di daerah-daerah lain, seperti Bengkulu hingga Jambi.
“Di wilayah yang pernah saya masuki dari mulai Bengkulu, Kepahyang sampai Curup, hingga ke Muarabungo Jambi, orang sedang menggilai batu akik. Kalau dari Bengkulu yang banyak dijumpai batu Red Raflesia, Airis Kuning dan Pelangi. Kalau Lubuklinggau batunya antara lain jenis Cempako, Panca Warna dan Jambi itu yang banyak digemari batu Sarang Tawon, sama seperti di wilayah Muratara,” katanya.
Diungkapkan, meski nama-nama batu ini berbeda di lain daerah, namun kadang ada kesamaannya. Ia mencontohkan, batu Red Raflesia yang berasal dari Bengkulu, ada kemiripan dengan batu Cempaka dari Lubuklinggau.
“Ya hanya beda-beda tipis, kalau dimasukkan ke laboratorium, namanya yang keluar sama, yaitu Calcedony,” kata Febri.
0 komentar :
Posting Komentar